OBLIVION – A Whiter Shade Of Pale

Picture3Video ini jadi rekor di blog PosMusicA, tiga kali tayang dgn topik dan bahasan berbeda. Terutama setelah uji coba saat promosi di berbagai forum, selalu mendapat ulasan balik sbg peng-kaya-an. Maka sayang jika diabaikan, meski belum sejalan dgn statistik video. Namun tetap jadi pelajaran dan keyakinan bahwa kekuatan video selain mengandalkan audio & visual, juga narasi sejarah serta trend eksisting sesuai kondisi terkini. Kombinasi yg saling memperkuat antara lagu A Whiter Shade of Pale mewakili selera habitat 60an, diimbuhi ilustrasi film Oblivion produk 2013an. Dua etintas yg telah dibahas dalam dua artikel sebelumnya. Termasuk alasan kenapa lagu Procol Harum ini bisa muncul dalam film Oblivion yg membuatku spontan menangis saat nonton di bioskop. Kesulitan paling nyata adalah bagaimana meracik agar video ini lolos klaim hak cipta dari youtube.

Era psikedelik akhir 60an – awal 70an, boleh disebut sbg puncak kreatifitas musik Rock. Mencakup aspek genre, instrumen elektrik, kostum hingga di pentas. Terutama progres lirik yg secara semantik bukan lagi sekadar pelengkap bunyi. Namun menggali berbagai literatur sastra misalnya Journey to the Center of the Earth, esay Edgar Alan Poe, Tolkien  hingga isu global warming, maupun satire omong kosong seperti Bohemian Rhapsody. Begitulah nuansa kelahiran A Whiter Shade of Pale, salah satu tembang ajaib sepanjang masa. Secara musikal punya resonansi dgn komposisi J.S Bach, berikut asosiasi lirik dgn Kisah Si Tukang Gandum karya Geoffrey Chaucer dalam Canterbury Tales. Tentu pula atas dukungan sahabat, bernama LSD. Paul McCartney selalu bangga mengakui, lagu inilah yg mengalun saat pertama melihat Linda. Begitupun kata John Lennon, “Lirik mistik yg tak pernah bisa kubayangkan untuk dapat diciptakan”. (nDy)

One comment

Leave a comment